REAKSI SUBSTITUSI NUKLEOFILIK


Indikator Pembelajaran
a.       Setelah mempelajari modul ini, diharapkan dapat:
b.      Menganalisis mekanisme reaksi substitusi nukleofilik (Sn)
c.       Menganalisis reaksi substitusi bimolekuler (SN2)
d.      Menganalisis reaksi substitusi unimolekuler (SN1)
e.       Menganalisis reaksi substitusi halida alilik dan benzilik
f.       Menganalisis reaksi dengan amina

1.      SUBSTITUSI NUKLEOFILIK.
1.1  Pengertian Nukleofil,
Nukleofil adalah spesies (atom,ion,atau molekul) yang kaya elektron, sehingga dia tidak suka akan elektron tetapi suka akan nukleus (inti yang kekurangan elektron).
Contoh :
Elektrofil adalah spesies (atom, ion, molekul) yang kekurangan elektron, sehingga ia suka akan elektron.
Menurut konsep asam basa lewis nukleofil adalah suatu basa, sedangkan elektrofil adalah suatu asam. Reaksi senyawa karbon pada dasarnya reaksi antara suatu nukleofil dengan suatu elektrofil.

1.2  Reaksi Substitusi
Reaksi substitusi terjadi jika dua bahan baku saling mempertukarkan gugus membentuk dua produk baru.
Mekanisme reaksi ini dimulai dengan penyerahannya elektrofilik atau nukleofilik, terhadap gugus film fungsional zat kunci.substitusi nuklofil alkil halida

Reaktivitas relatif dalam reaksi substitusi nukleofilik dipengaruhi oleh reaktivitas nukleofil, struktur alkil halida dan sifat dari gugus terlepas. Reaktifitas nukleofil dipengaruhi oleh basisitas, kemampuan mengalami polarisasi, dan solvasi. Menurut kinetikanya, reaksi substitusi nukleofilik dapat dikelompokkan menjadi reaksi S"* dan S"&.
Senyawa organo halogen paling umum digunakan sebagai pereaksi untuk reaksi substitusi nukleofilik untuk sintesa berbagai golongan senyawa dengan reaksi umum sebagai berikut.
R-X + Nu- / Nu : g R-Nu + X-
Nu/ Nu- = nukleofil, gugus masuk (entering group)
X-           : gugus pergi (leaving group)
Dengan demikian maka reaksi substitusi nukleofilik (Sn) adalah reaksi penggantian suatu gugus negative (nukleofil artinya suka nukleo/ positif) dengan suatu nukleofil lain (spesi bermuatan negative atau yang mempunyai pasangan electron bebas). (Marham,2010 : 84),
Atom karbon ujung suatu alkil halida mempunyai muatan positif parsial. Karbon ini rentan terhadap serangan oleh anion dan spesi lain apa saja yang mempunyai sepasang elektron menyendiri dalam kulit luarnya. Dihasilkan reaksi substitusi suatu reaksi dalam mana satu atom, ion atau gugus disubstitusikan untuk menggantikan atom, ion, atau gugus lain.
(Sumber: Fessenden dan Fessenden, 1986 : 170)
Persyaratan yang harus dipenuhi agar reaksi substitusi nukleofilik dapat berlangsung adalah kekuatan nukleofil (nukleofilitas) dari gugus masuk Nu- lebih kuat dibandingkan dengan gugus pergi (X-). Nukleofilitas adalah setara dengan sifat basa (basasitas) (konsep lewis). (Marham,2010 : 84),
Etil bromida bereaksi dengan ion hidroksida memberikan etil alkohol dan ion bromida.
Gambar 1.1  Etil Bromida
Sumber :(Hart, 1983 : 139)
Ini adalah contoh khas dari reaksi substituis nukleofilik. Ion hidroksida bertindak sebagai nukleofil. Ion hidroksil bereaksi dengan substrat (etil bromida) dan menggantikan ion bromida. Dalam reaksi ini, satu ikatan kovalen putus, dan satu ikatan kovalen baru dibentuk. Pada contoh ini, ikatan karbon-karbon diputus dan ikatan karbon-oksigen dibentuk. Gugus sisa/bebas (bromida) membawa kedua elektron dari ikatan C-Br. Kejadian ini diringkaskan dalam persamaan umum reaksi substitusi nukleofilik. (Hart, 1983 : 139)
Atau
Nukleofil adalah pereaksi yang dapat memberikan sepasang elektron untuk membuat ikatan kovalen. Pereaksinya dapat bersifat bolak balik, karena gugus bebas adalah juga nukleofil. Seperti halnya Nu:, gugus bebas juga mempunyai sepasang elektron bebas yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan kovalen. Dengan beberapa cara reaksi dapat berlangsung ke kanan, misalnya, kita memberikan Nu: yang lebih kuat dibandingkan dengan gugus bebas pergi :L. Atau kita dapat menggeser kesetimbangan dengan menggunakan pereaksi yang berlebihan atau dengan cara memisahkan hasil yang terbentuk. (Hart, 1983 : 140).
Reaksi substitusi nukleofilik terdiri dari dua jenis yaitu substitusi nukleofilik bimolekuler (Sn-2) dan substitusi nukleofilik unimolekuler (Sn-1). Reaktan yang lazim digunakan untuk reaksi substitusi nukleofilik adalah organo halide karena ion halogen (X-) adalah merupakan nukleofil yang sangat lemah (gugus pergi) yang baik.
2.      Reaksi Substitusi Bimolekular (SN2)
2.1  Pengertian Reaksi Substitusi Bimolekular (SN2)
Reaksi SN2 (bimolekular) adalah reaksi yang  melibatkan dua gugus sekaligus selama proses substitusi berlangsung. Artinya reaksi akan sangat dipengaruhi oleh kekuatan masing-masing gugus baik gugus datang maupun gugus pergi. Jika gugus yang datang merupakan pendonor elektron yang lebih baik dari gugus yang akan pergi, maka reaksi substitusi akan berlansung dengan mudah, sebaliknya jika gugus pergi cenderung lebih baik dari gugus datang maka reaksi akan cenderung lambat bahkan tidak berlansung sama sekali
2.2  Mekanisme Reaksi Substitusi Bimolekular (SN2)
Mekanisme SN2 adalah proses satu tahap yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 :  Mekanisme umum SN2 untuk alkil halide
(Sumber:Fessenden dan Fessenden, 2010: 300)

Nukleofil menyerang dari belakang ikatan C—X. Pada keadaan transisi, nukleofil dan gugus pergi berasosiasi dengan karbon di mana substitusi akan terjadi. Pada saat gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan electron, nukleofil memberikan pasangan elektronnya untuk dijadikan pasangan elektron dengan karbon. Notasi 2 menyatakan bahwa reaksi adalah bimolekuler, yaitu nukleofil dan substrat terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi dalam mekanisme reaksi.
Suatu reaksi substitusi dpat terjadi secara mekanisme SN2 jika nukleofil yang menyerang merupakan nukleofil kuat dan pelarut yang digunakan adalah pelarut polar aprotik.
Reaksi umumnya dituliskan sebagai berikut :
R-X + Nu- gR – Nu + X-
Dengan laju reaksi : r = k[R-X] [Nu-] atau merupakan reaksi tingkat 2.

Mekanisme reaksinya adalah satu tahap atau merupakan reaksi serentak (concerted reaction) yaitu pemutusan ikatan reaktan dan pembentukan ikatan pada produk berlangsung secara bersamaan (simultan).

Diagram energi reaksinya adalah sebagai berikut.








 (Sumber: Sitorus, 2013: 30)
Reaksi metil bromida dengan larutan natrium hidroksida dalam metil alkohol berlangsung melalui reaksi order pertama dalam ion hidroksida. Oleh karena itu, kedua spesies yang terlibat muncul dalam keadaan transisi dari reaksi. Oleh ingold, mekanisme reaksi seperti ini disebut subtitusi nukleofilik bimolekular yang diberi simbol dengan SN2. Perlu diperhatikan bahwa angka 2 bearti bimolekular dan bukan menunjukkan reaksinya orde kedua. Orde reaksi adalah kuantitatif eksperimental sedang molekularitas berarti bilangan spesies yang terlibat dalam langkah-langkah penentu laju (Tobing, 1989 : 192).
Gambar 2.2 : Laju reaksi metil bromida dengan larutan natrium hidroksida
(Sumber:Tobing, 1989 : 192)

          Secara eksperimental ditemukan bahwa kinetika order kedua yang ditunjukkan oleh berbagai reaksi subtitusi menandakan bahwa subtitusi tersebut adalah SN2(Tobing, 1989 : 192).
Jika pusat reaksi kebetulan asimetrik, maka stereokimia dari reaksi dapat diamati, yakni bahwa reaksi berlangsung dengan inversi kongfigurasi. Secara streokimia, proses tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.3 : Stereokimia reaksi SN2
(Sumber:Tobing, 1989 : 192)


2.3  Pelarut Reaksi SN2
Pemilihan pelarut dalam suatu reaksi sangat berpengaruh, begitupun dalam reaksi SN2. Pelarut polar aprotik sangat mendukung mekanisme reaksi SN2. Pelarut polar aprotik sangat memiliki momen dipol yang besar dan dapat melarutkan spesi bermuatan positif dari kutun negatif yang dimilikinya, contoh pelarut polar aprotik antara lain : aseton, etil asetat, diklorometana, asetonitril, DMSO, DMF dan THF.

2.4  Ciri – ciri Reaksi Substitusi Bimolekular (SN2)
Bagaimana kita mengenali apakah suatu nukleofil dan substrat bereaksi dengan mekanisme SN2, ada beberapa petunjuk. (Hart, 1983 : 146)
a.       Karena nukleofil dan substrat terlibat, kecepatan reaksi berlangsung pada konsentrasi  tersebut.eaksi ion hidroksida dengan etil bromida adalah contoh reaksi Sn2. Jika  konsentrasi basa (OH)dilipat duakan, kita dapati bahwa reaksi berjalan dua kali lebih cepat. Hasil yang sama diperoleh jika konsentrasi etil bromida dilipat duakan.
b.      Reaksi terjadi dengan pembelian (inversi) konfifurasi. Misalnya jika kita mereaksikan (R)-2-bromobutana dengan natrium hidroksida, akan diperoleh (S)-2-butanol.


Ion hidroksida harus menyerang dari belakang ikatan C-Br. Pada saat substitusi terjadi, ketiga gugus yang melekat pada karbon sp3 membalik. Sama halnya dengan payung yang terbalik pada waktu angin kencang . jika Oh menempati kedudukan yang sama dengan Br, tentu (R)-2-butanol yang akan diperoleh. Dengan cara ini dapat diketahui bahwa reaksi SN2 terjadi melalui pembalikan konfigurasi.
c.       Jika substrat R-L bereaksi melalui mekanisme SN2reaksi terjadi lebih cepat apabila R merupakan gugus metil atau gugus primer, dan lambat jika R adalah gugus tersier. Gugus R sekunder mempunyai kecepatan pertengahan. Alasan untuk urutan  reaktivitas ini jelas jika kita menggambarkan mekanisme SN2  di bagian belakang karbon, tempat penggantian terjadi, keadaannya akan semakin berdesakan apabila gugus alkil yang melekat pada karbon yang membawa gugus pergi semakin banyak , sehingga reaksinya aka menjadi lambat.
Gambar  2.4:Halida Primer dan Halida Tersier
Sumber : (Hart, 1983 : 146)
Ringkasnya , mekanisme SN2 adalah proses satu tahap , yang terjadi jika alkil halida berupa metil > primer > sekunder >> tersier. Mekanisme ini terjadi dengan pembalikan konfigurasi, dan kecepatannya bergantung pada konsentrasi-konsentrasi nukleofil dan substrat (alkil halida).
3        Reaksi Substitusi Unimolekular (SN1)
3.1  Pengertian Reaksi Substitusi Unimolekular (SN1)
Reaksi SN1 adalah sebuah reaksi substitusi dalam kimia organik. SN1 adalah singkatan dari substitusi nukleofili dan "1" memiliki arti bahwa tahap penetapan laju reaksi ini adalah reaksi molekul tunggal. Reaksi ini melibatkan sebuah zat antara karbokation dan umumnya terjadi pada reaksi alkil halida sekunder ataupun tersier, atau dalam keadaan asam yang kuat, alkohol sekunder dan tersier. Dengan alkil halida primer, reaksi alternatif SN2 terjadi. Dalam kimia anorganik, SN1 dirujuk sebagai mekanisme disosiatifmekanisme reaksi ini pertama kali diajukan oleh Christopher Ingold, dkk. pada tahun 1940.
3.2  Mekanisme Reaksi Substitusi Unimolekular (SN1)
Reaksi SN1 adalah reaksi ion. Mekanismenya kompleks karena adanya antaraksi antara molekul pelarut, molekul RX, dan ion-ion antara yang terbentuk. Reaksi SN1 suatu alkil halida tersier adalah reaksi bertahap (stepwish reaction). Tahap pertama berupa pematahan alkil halida menjadi sepasang ion-ion halida dan suatu karbokation, suatu ion dalam atom karbon mengemban suatu muatan positif. Karena SN1 melibatkan ionisasi, reaksi-reaksi ini dibantu oleh pelarut polar, seperti H2O yang dapat menstabilkan ion dengan cara solvasi (solvation).
Tahap 2 adalah penggabungan karbokation itu dengan nukleofil (H2O) menghasilkan produk awal, suatu alkohol berproton (protonated).






Tahap 3 adalah lepasnya H+dari dalam alkohol berproton tadi, dalam suatu reaksi asam-basa yang cepat dan reversibel dengan pelarut.

Jadi reaksi keseluruhan t-butil bromida dengan air sebenarnya terdiri dari dua reaksi yang terpisah, yaitu reaksi SN1 (ionisasi yang diikuti oleh kombinasi dengan nukleofil) dan suatu reaksi asam-basa. Tahap- tahapnya sebagai berikut.
(Sumber: Fessenden dan Fessenden, 1986: 182)

Mekanisme  SN 1adalah proses dua tahap. Pada tahap pertama, ikatan antarra karbon dn gugus bebas putus, atau substrat terurai.
Gambar 3.1  : Substrat
Sumber : (Hart, 1983 : 146)
Gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron, dan terbentuklah ion karbonium. Pada tahap kedua (tahap cepat), ion karbonium bergabung dengan nukleofil membentuk produk.
Gambar 3.2 : Nukleofil
Sumber : (Hart, 1983 : 146)
Pada mekanisme SN 1substitusi terjadi dalam dua tahap. Lambang 1 digunakan sebab pada tahap lambat hanya satu dari dua peereaksi , yang terlibat dyaitu substrat . ttahap ini tidak melibatkan nukleofil sama sekali. Dikatakan bahwa sikap pertama bersifat unimolekuler.
Kecepatan (laju) reaksi Sn-1 hanya dipengaruhin oleh [R-X], sehingga reaksi berlangsung dalam dua tahap atau orde satu (1) dengan persamaan laju reaksi adalah sebagai berikut.
r = k [R-X]
Reaksinya adalah melalui dua tahap sebagai berikut :
1.      Pembentukan ion karbonium sebagai intermediet (1).
R-X  R+ + X-
Tahap ini berlangsung lambat karena membentuk spesi yang tidak stabil (ion karbonium) dan merupakan langkah penentu laju reaksi (rate determining step = RDS).
2.      Serangan nukleofil terhadap ion karbonium.
Reaksi ini berlangsung cepat yang merupakan reaksi asam basa.
R+ + Nu- R – Nu
Diagram energinya sebagai berikut.








 (Sumber: Sitorus, 2008 : 30)


3.3  Ciri – ciri Reaksi Substitusi Unimolekular (SN1)
            (Hart, 1983 : 147) Cara untuk mengetahui bahwa nukleofil dan substrat bereaksi melalui mekanisme SN 1:
a.       Kecepatan reaksi tidak bergantung pada konsentrasi nukleofil. Tahap penentu pertama nukleofil tidak terlibat. Setelah tahap ini terjadi , ion karbonium bereaksi dengan nukleofil.
b.      Jika karbon yang membawa gugus bebas bersifat kiral, reaksi mengakibatkan hilangnya aktivitas optik (yaitu rasemisasi). Pada ion karbonium, hanya ada tiga gugus yang melekat pada karbon positif. Karena itu, karbon positif mempunyai hibridisasi sp2 dan berbentuk datar. Nukleofil dapat bereaksi pada kedua muka kkarbon positif menghasilkan campuran enentiomer 50:50, atau campuran rasemat. Misalnya reaksi (S)-3-bromo-3-metilheksana dengan air menghasilkan alkohol rasemat.
Zat perantaranya adalah ion karbonium.

a.      
Reaksi dengan air pada kedua muka mempunyai peluang yang sama, dan hasilnya adalah campuran rasemat.
c.       Jika substrat R-L bereaksi melalui mekanisme SN 1, reaksi berlangsung cepat jika R merupakan struktur tersier, dan lambat jika R adalah struktur primer. Reaksi SN 1 berlangsung melalui ion karbonium, sehingga urutan kereaktifannnya sama dengan urutan kemantapan ion karbonium, 3o > 2o >> 1o. Reaksi berlangsung lebih cepat jika ion karbonium lebih mudah terbentuk.
Mekanisme SN 1adalah proses dua tahap, yang terjadi lebih cepat jika alkil halida merupakan gugus tersier >> sekunder >> primer. Mekanisme ini menghasilkan rasemisasi dan kecepatannya tidak bergantung pada konsentrasi nukleofil. (Hart, 1983 : 148)

3.4  Ruang lingkup Reaksi Substitusi Unimolekular (SN1)
Mekanisme reaksi SN1 cenderung mendominasi ketika atom karbon pusat dikelilingi oleh gugus-gugus yang meruab karena gugus-gugus tersebut menyebabkan rintangan sterik untuk terjadinya reaksi SN2. Selain itu, substituen yang meruab pada karbon pusat juga meningkatkan laju pembentukan karbokation oleh karena terjadinya pelepasanterikan sterik yang terjadi.
Karbokation yang terbentuk juga distabilkan oleh stabilisasi induktif dan hiperkonjugasi yang berasal dari gugus alkil yang melekat pada karbon. Postulat Hammond-Leffler mensugestikan bahwa hal ini juga akan meningkatkan laju pembentukan karbokation. Oleh karena itu, mekanisme reaksi SN1 mendominasi pada reaksi di pusat alkil tersier dan juga terlihat pada reaksi di pusat alkil sekunder dengan keberadaan nukleofil lemah.

3.5  Efek Pelarut Reaksi Substitusi Unimolekular (SN1)
Oleh karena reaksi SN1 melibatkan pembentukan zat antara karbokation yang tidak stabil pada tahap penetapan laju reaksi, segala sesuatu yang dapat memfasilitasinya akan meningkatkan laju reaksi. Pelarut yang biasa digunakan biasanya bersifat polar (untuk menstabilisasikan zat antara secara umum) dan protik (untuk melarutkan gugus lepas secara khususnya). Pelarut polar protik meliputi air dan alkohol, yang juga dapat bertindak sebagai nukleofil.
Skala Y menghubungkan laju reaksi solvolisis dari pelarut (k) dengan pelarut standar (80% v/v etanol/air) (k0) melalui persamaan:
log (k/ko) = mY
dengan m sebagai tetapan pereaksi (m = 1 untuk tert-butil klorida) dan Y sebagai parameter pelarut. Sebagai contoh 100% etanol memberikan nilai Y = - 2,3 dan 50% etanol dalam air memberikan nilai Y = +1,65.

PERBANDINGAN MEKANISME SN1 DAN SN2
Tabel perbandingan substitusi cara SN2 dan SN1

SN2
SN1
Struktur halida
Primer atau CH3
Sekunder
Tersier

Terjadi
Kadang – kadang
Tidak

Tidak
Kadang-kadang
Terjadi
Stereokimia
Pembalikan
Rasemisasi
Nukleofil
Kecepatan bergantung pada konsentrasi nukleofil, mekanisme memilih nukleofil anion.
Kecepatan tidak bergantung konsentrasi nukleofil, mekanisme memilih nukleofil netral.
Pelarut
Kecepatan sedikit dipengaruhi kepolaran pelarut
Kecepatan sangat dipengaruhi kepolaran pelarut.

Halida primer selalu bereaksi melalui mekanisme SN2, sedangkan halida tersier melalui mekanisme SN1. Pada halida sekunder terdapat dua kemungkinan.
Pada tahap petama, mekanisme SN1 menyangkut pembentukan ion, sehingga mekanisme ini dapat berlangsung lebih baik pada pelarut polar. Jadi haliida sekunder, yang dapat bereaksi melalui kedua mekanisme tersebut, dapat kita ubh mekanismenya dengan menyesuaikan kepolaran pelarutnya. Misalknya, mekanisme reaksi halida sekunder dengan air (membentuk  alkohol) dapat diubah dari SN2 menjadi SN1 dengan mengubah pelarutnya dari 95 % aseton -5%air (relatif tidak polar) menjadi 50% aseton-50%air (lebih polar, dan pelarut peng-ion yang lebih baik).
Contoh soal :
Reaksi (R)-2-iodobutana dengan 95% aseton-5% air memberikan (S)-2-butanol. Dengan 30% aseton-70% air, hasilnya adalah 2-butanol dengan keaktifan optik yang rendah, karena campuran terdiri dari 60% isomer (S) dan 40% isomer (R). Jelaskan.
Jawab
Pada 95% aseton-5% yaitu pelarut yang relatif tidak polar, substitusi terjadi terutama melalui mekanisme SN2 dengan pembalikan konfigurasi.
Jika persentase air dinaikkan, pelarut menjadi lebih polar dan sebagian reaksi terjadi melalui proses SN1.
Ada 2 alasan mengapa isomer (S) terdapat lebih banyak. Sebagian reaksi masih terjadi melalui mekanisme SN2,, atau ion ion iodida yang bebas pada mekanisme SN1 masih terlalu dekat dengan ion karbonium sehingga agak menghalangi serangan nukleofil pada sisi tersebut.
Kecepatan reaksi SN2 bergantung pada nukleofil. Jika pereaksi merupakan nukleofil kuat, mekanisme SN2 akan terjadi. Bagaimana kita mengatakan bahwa suatu nukleofil kuat atau lemah, atau suatu nukleofil lebih kuat dibandingkan yang lain ? berikut ini adalah petunjuk – petunjuk yang berguna.
1.      Ion negatif lebih bersifat nukleofil. Anion adalah pemberi elektron yang lebih baik dibandingkan dengan molekul netralnya, jadi
2.      Unsur pada periode bawah dalam daftar berkala cenderung merupakan nukleofil yang lebih kuat dibandingkan dengan unsur pada periode atas dalam satu lajur, jadi
HS-> HO-        I-> Br-> Cl- > F-
RSH > ROH   (CH3)P: > (CH3)3N:
3.      Pada periode yang sama unsur yang lebih elektronegatif cenderung merupakan nukleofil lebih lemah (karena ia memegang elektronnya lebih kuat). Jadi
Karena C dan N berada pada periode yang sama, maka tidak mengherankan jika pada ion sianida, :C ≡ N: -, yang bereaksi ialah karbon, karena sifat nukleofilnya yang lebih baik.

4        Reaksi Substitusi Halida Alilik Dan Benzilik.
4.1    Pengertian Reaksi Substitusi pada Alkil Halida
Reaksi substitusi atau disebut reaksi pertukaran gugus fungsi terjadi saat atom atau gugus atom dari suatu senyawa karbon digantikan oleh atom atau gugus atom lain dari senyawa yang lain. Secara umum mekanismenya :
r
Atom karbon ujung suatu alkil halida mempunyai muatan positif parsial. Karbon ini bisa rentan terhadap (susceptible; mudah diserang oleh) serangan oleh anion dan spesi lain apa saja yang mempunyai sepasang elektron menyendiri (unshared) dalam kulit luarnya.
Dihasilkan reaksi subtitusi –suatu reaksi dalam mana satu atom, ion atau gugus disubstitusikan untuk (menggantikan) atom, atau gugus lain.
gu2s
Dalam suatu reaksi substitusi alkil halida, halida itu disebut gugus pergi (leaving group) suatu istilah yang berarti gugus apa saja yang dapat digeser dari ikatannya dengan suatu atom karbon. Ion Halida merupakan gugus peri yang baik, karena ion-ion ini merupakan basa yang sangat lemah. Basa kuat seperti misalnya OH-, bukan gugus pergi yang baik.
Spesi (spesies) yang menyerang suatu alkil halida dalam suatu reaksi substitusi disebut nukleofil (nucleophile, “pecinta nukleus”), sering dilambangkan dengan Nu-. Dalam persamaan reaksi diatas, OH- dan CH3O-, adalah nukleofil. Umumnya, sebuah nukleofil ialah spesi apa saja yang tertarik ke suatu pusat positif ; jadi sebuah nukleofil adalah suatu basa Lewis. Kebanyakan nukleofil adalah anion, namun beberapa molekul polar yang netral, seperti H2O, CH3OH dan CH3NH2 dapat juga bertindak sebagai nukleofil. Molekul netral ini memiliki pasangan elektron menyendiri, yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan sigma.
Lawan nukleofil ialah elektrofil (“pecinta elektron”) sering dilambangkan dengan E+. Suatu elektrofil ialah spesi apa saja yang tertarik ke suatu pusat negatif, jadi suatu elektrofil ialah suatu asam Lewis seperti H+ atau ZnCl2.

4.2   Reaksi Susbtitusi Halida Alilik dan Benzilik
Terdapat dua macam halida yang berbeda dari alkil halida dalam sifat pada reaksi SN1 dan SN2, yakni halida alilik dan halida benzilik.
Gambar 4.2  : gugus gugus alilik dan benzilik

Sebuah atom atau gugus yang terikat pada atom karbon didamping salah satu atom karbon sp2, masing-masing dikatakan berada pada posisi alil atau pada  posisi benzil (allylic or benzilic position). Atom-atom halogen dalam contoh diatas dan juga dalam contoh berikut adalah dalam posisi alilik atau benzilik.
Gambar 4.3 : Posisi Alilik Atau Benzilik
4.3  Reaksi SN1 Pada Senyawa Alilik Dan Benzilik
Kebanyakan alkil halida primer bereaksi substitusi dengan jalan SN2 secara eksklusif dan tidak dengan reaksi SN1. Tetapi suatu halida alilik atau benzilik primer sangat reaktif, baik dalam reaksi SN1 maupun SN2. Pada tabel dibawah ini memaparkan reaktifitas relatif beberapa halida dalam kondisi SN1 yang khas. Dapat dilihat bahwa alil halida 30 kali lebih reaktif dari pada suatu etil halida, dan suatu benzil halida hampir 400 kali lebih reaktif. Jika terdapat dua gugus fenil, maka halida itu 100.000 kali lebih reaktif.
Gambar 4.4 : Alil
Gambar 4.5 : Benzil

Tabel 4.1Laju Relatif Beberapa Halida Organik Pada Kondisi SN1 Yang Khas
Halida
Laju relatif
CH3CH2X
1,0a
CH2=CHCH2X
33
C6H5CH2X
380
(C6H5)2CHX
~105

Sebab meningkatnya reaktivitas kedua tipe halida dalam suatu reaksi SN1 terletak dalam adanya stabilitas resonansi karbokation dan dari keadaan transisis yang menghasilkan karbokation itu. Karbokation distabilkan oleh menyebarrya muatan positif. Stabilitas induktif menyangkut penyebaran muatan positif lewat ikatan-ikatan sigma. Telah digunakan efek induktif unruk menerangkan kestabilan relatif karbokation primer, sekunder, dan tersier. Stabilisasi resonansi menyangkut penyebaran muatan positif oleh ikatan-ikatan phi.

Reaksi SN1 alil klorida dengan H2O:
Gambar 4.6 : Reaksi SN1 alil klorida dengan H2O
Jika struktur-struktur resonansi dapat digambar untuk sebuah molekul atau ion, maka hybrid dari resonansi itu (struktur yang nyata) memiliki energi yang lebih rendah dari pada jika seandainya delokalisasi elektron atau muatan listrik itu tidak terjadi. Kedua struktur resonansi untuk kation alil itu identik dalam hal struktur dan pengikatan. Oleh karena itu memiliki energi yang sama dan sumbangan pada struktur kation alil yang nyata juga sama. Karena kation alil itu terstabilkan oleh resonansi, maka energi keadaan transisi yang menghasilkannya relatif rendah. Akibatnya, laju reaksi SN1-nya cukup cepat.
Struktur-struktur resonansi untuk kation alil (penyumbang yang sama)


Gambar 4.7: Pembentukan kation alil dari alil klorida dalam suatu reaksi SN1
Kedua karbon terminal (ujung) dalam kation alil mempunyai jumlah muatan positif yang sama. Atom yang diserang oleh nukleofil adalah kedua-duanya. Reaksi SN1 antara 1-Kloro-2-Butena dengan air menghasilkan dua produk. Kedua produk ini dihasilkan oleh serangan H2O terhadap salh satu dari dua atom karbon yang bermuatan positif parsial.
Benzil halida juga menunjukkan peningkatan laju SN1 karena stabilisasi-resonansi keadaan transisi yang menghasilkan karbokation itu. Dalam hal ini elektron phi dalam awan phi aromatik dari cincin benzena membantu menyebarkan muatan.
Gambar 4.8 : Benzil
Biasanya awan phi aromatik benzena dilambangkan oleh suatu lingkaran didalam cincin. Namun dalam pembahasan delokalisasi elektron phi, rumus Kekule lebih tepat. Dengan rumus Kekule ini banyaknya elektron phi dalam cincin dapat dihitung dan atom mana yang kekurangan elektron mudah nampak. Perhatikan kesamaan antara struktur resonansi kation benzil dan kation alil. Kation benzil mempunyai empat struktur resonansi yang serupa dengan struktur resonansi alilik.
Gambar 4.9 : Kation benzil
Kedua struktur resonansi pertama yang ditunjukkan diatas adalah penyumbang utama karena struktur ini memiliki stabilisasi aromatik. Oleh karena itu karbon yang paling positif dalam zat antara itu adalah karbon benzil. Karbon inilah yang diserang oleh nukleofil.
Gambar 4.10 : karbon paling positif

4.4    Reaksi SN2 pada Senyawa Alilik dan Benzilik

Halida alilik dan benzilik juga bereaksi SN2dengan laju yang lebih cepat daripada alkil halida primer dan bahkan dari metil halida. Tabel di bawah ini memaparkan laju relatif rata-rata beberapa halida dalam suatu reaksi SN2 yang khas.

Gambar 4.11 : Nilai Laju Reaktif Pada Senyawa Halida

Reaktifitas SN2 halida alilik dan benzilik yang lebih besar ini disebabkan oleh karena ikatan phi alilik atau awan phi aromatik menurunkan energi keadaan transisi suatu reaksi SN2. Dalam keadaan transisi itu, karbon yang bereaksi berubah dari keadaan hibrida-sp3 ke keadaan hibrida-sp2 dan mempunyai suatu orbital p. Orbital p ini membentuk ikatan parsial baik dengan nukleofil yang datang maupun dengan gugus yang pergi. Gugusan atom keseluruhan mengemban suatu muatan negatif. Orbital-orbital p yang didekatnya, seperti dalam suatu gugus alilik atau benzilik, mengalami tumpang tindih parsial dengan orbitaal p transisi. Dengan cara ini orbital-orbital p membantu mendelokalisasi (menyebarkan) muatan negatif, sehingga menurunkan energi keadaan transisi.
Agar stabilisasi ditingkatkan dalam reaksi SN1 dan SN2 senyawa-senyawa bersistem phi, sistem phi itu harus berdekatan dengan karbon yang bereaksi. Jika tidak cukup dekat, sistem ini tidak dapat tumpang tindih keadaan transisi sehingga tak dapat membantu menstabilkan keadaan transisi itu.









Gambar 4.12 : Keadaan Transisi SN2

5        Reaksi Substitusi Nukleofilik Pada Amina
5.1  Reaksi Substitusi Nukleofilik pada Amina
Alkil halida melalui banyak reaksi dimana nukleofilik menggantikan atom ghalogen yang terikat oleh atom karbon pada suatu molekul. Penggantian atom halogen menjadi ion halida.
Bebrapa jenis nukleofil adalah gugus hidroksi (-OH), dan ion sianida ( -C ≡ N). Reaksi nukleofil tersebut dengan alkil halida (R-X) memberikan reaksi dan produk berikut.

Ion halogen yang tergantikan daro atom karbon disebut gugus pergi, reaksi secara keseluruhan dinamakan reaksi substitusi nukleofilik.
Gugus Pergi
Untuk molekul agar dapat bertindak sebagai nukleus atau substrat pada reaksi substitusi nukleofilik, molekul harus memiliki ikatan yang polar dan gugus pergi yang baik. Agar atom atau gugus menjadi gugus pergi yang baik, maka harus dapat berada bebas sebagai molekul atau ion basa lemah yang relatif stabil. Gugus yang bertindak sebagai gugus pergi selalu dapat menyesuaikan muatan negatif melalui keeltronegatifan yang tinggi atau melalui delokalisasi. Karena ataom halogen memiliki keelektronegatifan yang tinggi dan bentuk ionnya yang relatif stabil, mereka bertindak sebagai gugus pergi.

5.2  Mekanisme Reaksi Substitusi Nukleofilik pada Amina
Mekanisme reaksi substitusi nukleofilik yang pertama adalah mekanisme SN2 , mekanisme ini mengikuti laju orde dua (laju reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi salah satu reaktan), dan keadaantransisi terdiri dari dua yaitu substrat dan nukleofil sehingga bimolekuler. Pada akhirnya SN2 diisebut “substitusi nukleofilik bimolekuler”.
Jenis mekanisme yang kedua yaitu mekanisme SN1. Mekanisme ini mengikuti laju orde pertama (laju reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi salah satu reaktan), dan keadaan transisinya terdiri dari hanya molekul substrat dan oleh sebab itu disebut unimolekul. Pada akhirnya SN1 disebut “substitusi nukleofil unimolekul”.
5.2.1        Mekanisme SN2 Pada Amina
Substrat alkil halida terdiri dari ikatan karbon –halogen terpolarisasi. Mekanisme SN2 dimulai saat pasangan elektron pada nukleofil menyerang cuping belakang dari gugus pergi. Karbon pada hasil reaski membentuk kompleks dengan bentuk trigomal bipiramida fenggan kehilangan guus pergi, atom karbon kembali membentuk molekul dengan struktur piramida, meskipun demikian, konfigurasinya terbalik.
c
Mekanisme SN2 selalu berlangsung melalui melalui penyerangan balik nukleofil pada substrat. Proses ini menghasilkan inversi dari konfigurasi relatif, dimulai dari tahap awal ke produk. Inversi ini sering disebut dengan inversi walden.
Mekanisme menurut teori inversi Welden
a.        Halangan sterik
Reaksi SN2 menyerang ke belakang pada karbon yang mengikat gugus lepas. Jika sejumlah besar gugus terikat pada karbon yang sama yang dikenakan pada gugus lepas, maka serangan nukleofil terhambat dan laju reaksi melambat. Fenomena ini disebut halangan sterik. Semakin besar gugus, semakin besar halangan sterik dan semakin lambat laju reaksi.
Tabel 5.1 Efek Halangan Sterik pada Reaksi SN2
Nu-  +   ALK – L ® Nu – ALK + L-
Alkil grup (ALK)
Realtive Rate of Substituon
-CH3 (small grup)
30
-CH2CH3 (larger grup)
1
-CH(CH3)2 (bulky grup)
0.03
-C(CH3)3 (very bulky grup)
0

Reaksi SN2 memberikan hasil yang baik pada alkil halida primer, hasil menengah pada alkil halida seknde, dan tidak ada hasil pada alkil halida tersier.
b.      Efek pelarut
Untuk pelarut protik (pelarut yang mampu membentuk ikatan hidrogen dalam larutan), peningkatan polaritas pelarut dalam penurunan laju reaksi SN2. Penurunan ini terjadi karena pelarut protik melarutkan nukleofil, shingga menurunkan energi keadaan dasar. Karena nilai energi dari kompleks aktif adalah tetap, energi aktivasi menjadi lebih besar. Oleh karena itu laju reaksi menurun. Pelarut aprotik polar (pelarut yang tiidak dapat membentuk ikatan hidrogen dalam larutan ) tidak melarutkan nukleofil melainkan mengelilingi katon yang menyertainya sehingga meningkatkan energi keadaan dasar dari nukleofil. Karena nilai energi dari kompleks aktif adalah tetap, energi aktivasi menjadi kurang, oleh karena itu laju reaksi meningkat.
5.2.2        Mekanisme SN1 Pada Amina
Jenis reaksi utama kedua dari mekanisme substitusi nukleofilik yaitu mekanisme SN1. Mekanisme ini berlangsung melalui dua langkah. Lamgkah pertaman(langkah lambat) melibatkan pemecaha alkil halida menjadi karbokation alil dan anion gugus pergi. Lengkah kedua (langkah cepat) melibbatkan pembentukan ikatan antara nukleofil dan karbokation alkil.

5.3  Reaksi SN1 vs SN2 Pada Amina
Apakah alkil halida akan menjalani SN1 atau reaksi SN2 tegantung pada sejumlah faktor. Beberapa faktor yang umum yaitu sifat-sifat dari kerangkan karbon, pelarut, gugus pergi, dan sifat nukleofil.
a.       Sifat rangka karbon
Hanya molekul yang membentuk kation sangat stabil yang menjalani mekanisme SN1. Biasanya, hanya senyawa yang menghasilkan kabonikation tersier (tau karbokation resonansi-stabil) yang mengalam reaksi SN1 dan SN2, karbokation dari alkil halida tersier tidak hanya menunjukkan stabilisitas karena efek induktif, tetapi molekul ini menunjukkan halangan sterik dari orbital ikatan ion yang menghambat mekanisme terjadinya reaksi SN2 alkil halida primer yang memiliki sedikt stabilitas induktif kation dan menunjukkan tidak ada halangan steril orbital ikatan, umumnya menjalani mekanisme SN2.
b.      Sifat pelarut
Pelarut protik polar seperti air mengarah ke reaksi SN1 yang menghasilkan baik kation dan anion selama reaksi. Pelarut ini mampu menstabilkan energi pada ion yang terbentuk selama solvasi. Karena reaksi SN2 terjadi melalui mekanisme terpadu (mekanisme yang berlangsung dalam satu langkah, pemutusan dan pembentukan pada waktu yang sama) dan tidak membentuk ion, pelarut protik polar akan memiliki sedikit efek pada reaksi ini. Pealrut dengan konstanta dielektrik rendah cenderung tidak menstabilkan ion dan dengan demikian mendukung reaksi SN2. Sebaliknya, pelarut dari konstanta dielektrik tinggi menstabilkan ion, mendukung reaksi SN1.
c.       Sifat gugus pergi
Secara umum gugus pergi yang baik adalah yang mampu membentuk ion stabil atau molekul pada perpindahan dari molekul asli. Sebaliknya gugus pergi yang buruk membentuk ion dengan stabilitas sedang. Basa kuat, seperti OH-, NH2-,dan RO-, merupakan gugus pergi yang buruk. Air, yang kurang basa dibandingkan dengan ion hidroksida, merupakan gugus pergi yang lebih baik. Gugus yang kurang bersifat basa biasanya merupakan kelompok gugus pergi yang baik. Gugus yang kurang basa adalah ion atau gugus dimana elektron terikat erat ke molekul karena elektronegatifitas tiinggi atau resonansi. Beberapa kelompok gugus pergi yang baik adalah ion sulfat dan p-toluensulfonate (ion tosilate).
Berikut daftar peringkat atom dan molekul dalam stabilitas sebagai gugus pergi yang baik, dari yang paling stabil.
CH3SO3 -, tosyl-> I-> Br-> H2O+> Cl-> F-
5.4   Sintesis ftalimida Gabriel
Suatu sintesis yang menghasilkan amina primer tanpa amina sekunder dan tersier adalah sintesis ftalimida Gabriel. Tanpa pertama dalam rentetan rean ini ialah suatu reaksi SN2 dengan anion ftalimida sebagai nukleofil. Amina itu kemudian  diperoleh dengan menghidrolisis ftalimida tersubstitusi.









(Sumber: Fessenden dan Fessenden, 1986 : 220)
Ftalimida dibuat dengan memanaskan anhidrida asam ftalat dengan amonia. Garam kalium dibuat dengan mengolah ftalimida dengan KOH. Biasanya proton tidak apat begitu saja direbut dari nitrogen amida. Namun seperti dengan senyawa dikarbonil-β lain, imida bersifat asam karena anionnya terstabilkan oleh resonansi.


 







(Sumber: Fessenden dan Fessenden, 1986 : 220)

Setelah kalium ftalimida dibuat, imida ini direaksikan dengan suatu alkil halida. Nitrogennya lah, bukan oksigennya yang menyerang karbon alkil halida karena nitrogen itu lebih nukleofilik daripada oksigen.



 



(Sumber: Fessenden dan Fessenden, 1986 : 221)
Akhirnya, alkilftalimida dihidrolisis. Reaksi ini hanya sekedar hidrolisis suatu amida.




(Sumber: Fessenden dan Fessenden, 1986 : 221)
Dengan cara yang sama, alkilasi kompetitif dapat berlanjut, menghasilkan pembentukan trialkilamina atau bahkan garam amonium kuartener (Carey, 2002: 370). Alkil amina dalam industri banyak dipakai sebagai bahan awal untuk membuat insektisida dan bahan-bahan farmasi. Misalnya pembuatan propanolol (senyawa pengaktivasi jantung) melalui reaksi SN2 antara epoksida dengan isopropilamina. (Riswiyanto, 2009: 324)



















RANGKUMAN
1.         Reaksi substitusi nukleofilik merupakan reaksi penggantian suatu atom atau gugus dengan atom atau gugus lain. Gugus masuk disebut entering group (EG), sedangkan gugus yang diganti disebut leaving group (LG).
2.         Persyaratan yang harus dipenuhi agar reaksi substitusi nukleofilik dapat berlangsung adalah kekuatan nukleofil (nukleofilitas) dari gugus masuk (Nu-) lebih kuat dibandingkan dengan gugus pergi (X-).
3.         Secara eksperimental ditemukan bahwa kinetika order kedua yang ditunjukkan oleh berbagai reaksi subtitusi menandakan bahwa subtitusi tersebut adalah SN2
4.         Mekanisme SN2 adalah pergantian dari “gugus yang meninggalkan-leaving gruop” oleh sebuah nukleofil secara selangkah dari belakang.
5.         Mekanisme ini disebut reaksi bimolekuler karena menyangkut dua partikel (molekul atau ion) dalam keadaan transisi dari langkah reaksi yang paling lambat, langkah satu-satunya dari reaksi khusus ini.
6.         Jenis reaksi yang berlangsung melalui mekanisme SN2  atau SN1 adalah tergantung dari halangan ruang (efek sterik) dari alkil halida. Bila makin besar halangan steriknya maka reaksi substitusi mengarah ke mekanisme SN1.
7.         Alkil amina dalam industri banyak dipakai sebagai bahan awal untuk membuat insektisida dan bahan-bahan farmasi.










SOAL DAN JAWABAN
1.      Uraikan secara singkat reaksi substitusi nukleofilik!
Jawab:
Atom karbon ujung suatu alkil halida mempunyai muatan positif parsial. Karbon ini rentan terhadap serangan oleh anion dan spesi lain apa saja yang mempunyai sepasang elektron menyendiri dalam kulit luarnya. Dihasilkan reaksi substitusi suatu reaksi dalam mana satu atom, ion atau gugus disubstitusikan untuk menggantikan atom, ion, atau gugus lain.
2.      Analisislah mengapa kekuatan nukleofil (nukleofilitas) dari gugus masuk (Nu-) lebih kuat dibandingkan dengan gugus pergi?
Jawab:
Karena persyaratan yang harus dipenuhi agar reaksi substitusi nukleofilik dapat berlangsung adalah kekuatan nukleofil (nukleofilitas) dari gugus masuk (Nu-) lebih kuat dibandingkan dengan gugus pergi (X-). Nukleofilitas adalah setara dengan sifat basa (basasitas) (konsep Lewis), namun yang perlu dipahami bahwa nukleofilitas adalah aktivitas terhadap ion karbonium sedangkan basasitas adalah aktivitas terhadap proton (H+). Berikut merupakan urutan nukleofitas dari beberapa nukleofil berikut ini.
3.      Uraikanlah reaksi bertahap reaksi SN1 suatu alkil halida tersier!
Jawab:
Tahap 2 adalah penggabungan karbokation itu dengan nukleofil (H2O) menghasilkan produk awal, suatu alkohol berproton (protonated).






Tahap 3 adalah lepasnya H+dari dalam alkohol berproton tadi, dalam suatu reaksi asam-basa yang cepat dan reversibel dengan pelarut.








DAFTAR PUSTAKA
           
Carey, F.A. 1992. Organic Chemistry Second Edition. New York : Mc Graw – Hill,
Fessenden, Ralp J. dan Fessenden, Joan. 1982. Kimia Organik Jilid 2. Edisi Ketiga ( Penerjemah : Aloysius Hadyana Pudjamaka). Jakarta : Erlangga.
Fessenden, Ralp J. dan Fessenden, Joan. 2010. Dasar-dasr Kimia Organik ( Penerjemah : Aloysius sukmariah Maun).Binarupa Aksara.
Hart, Craine, Hart. 2003. Kimia organik suatu kuliah singkat. Jakarta : Erlangga.
Hart, Harold. 1983. Kimia organik suatu kuliah singkat. Jakarta : Erlangga.
Riswiyanto. 2002. Kimia Organik, Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga.
Rosilawati., Ila . 2016. Kimia organik. Yogyakarta : Innosain.
Sitorus, Marham. 2010. Kimia Organik Umum. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Tobing, L. 1989. Kimia Organik Fisik. Jakarta : Departeman Pendidikan dan Kebudayaan.










Komentar